Kedux: Mendesain Ghoul dengan Tujuan - Ogoh Ogoh

Kami bertemu Komang Gede Sentana Putra alias Kedux di bengkel motornya bernama Kedux Garage untuk ngobrol tentang ogoh-ogoh. Karyanya telah memenangkan banyak penghargaan, namun dia rendah hati dan berjuang bahkan untuk mengingat hari-hari kemenangannya.

 

Ada banyak pengrajin ogoh-ogoh di setiap tempat Banjar in Bali. However, the name Kedux, representing banjar Tainsiat in Denpasar, stands out. He is a multi-hyphenate—he owns a successful customized motorcycle shop, a sculpture company, and a clothing store—but crafting an ogoh-ogoh dari awal akan selalu menjadi bagian hidupnya sebagai orang Bali. 

Ogoh Ogoh-Ogoh karya Tainsiat Denpasar foto karya patung pemenang penghargaan Cari Manik patung Bali
Foto oleh Cari Manik @stysbtainsiat

Ciptaannya telah memenangkan banyak penghargaan, namun dia rendah hati dan berjuang bahkan untuk mengingat hari-hari kemenangannya (dia “memenangkan tempat ketiga, tempat kedua, dan tempat pertama”).

Saat ini Kedux lebih berperan sebagai mentor bagi generasi muda di lingkungannya Banjar dengan harapan besar bahwa keterampilan dan pengetahuan yang mereka peroleh dari merancang sebuah ogoh-ogoh dapat membawa mereka ke hal-hal yang lebih besar. 

Kami bertemu Komang Gede Sentana Putra alias Kedux di bengkel motornya bernama Kedux Garage untuk ngobrol tentang ogoh-ogoh

Apa yang awalnya membuat Anda tertarik pada seni menciptakan ogoh-ogoh

Awalnya saya sebenarnya tidak pernah terlalu memikirkannya karena itu adalah bagian dari budaya Bali yang saya lakukan sejak kecil. Ini sama saja dengan berdoa. Orang pasti bertanya, kenapa kamu suka berdoa? Dan saya menjawab karena saya sudah diajarkan melakukannya sejak saya masih kecil. Jadi, ini lebih merupakan proses budaya.  

Hal lain yang saya suka tentang berkreasi ogoh-ogoh adalah kerja tim.

Ada perbedaan dalam keterampilan dan pengetahuan di antara tim, namun tujuannya sama: untuk menciptakan ogoh-ogoh. Selalu ada rasa euforia yang terkait dengannya karena Hari Raya Nyepi adalah Tahun Baru Hindu Bali, dan sehari sebelumnya—the pengerupukan— kita semua berkumpul untuk menunjukkan kreativitas kita.  

Ogoh Ogoh-Ogoh karya Tainsiat Denpasar foto karya patung pemenang penghargaan Cari Manik patung Bali
Foto oleh Cari Manik @stysbtainsiat

Ceritakan pada kami proses berpikir dalam menciptakan ogoh-ogoh? Apakah Anda memulai dengan cerita atau filosofi tertentu? 

Ya, tidak selalu. Kadang-kadang saya tidak memulai dengan pikiran apa pun selama kami punya ogoh-ogoh pada akhirnya. Namun, terkadang ada cerita di baliknya. Contoh terbaru adalah pada masa pandemi.

Suasana sepi di rumah saya selama dua tahun pandemi. Kerabat saya yang bekerja di hotel kini beralih menjadi penjual makanan atau menganggur, dan ada rasa putus asa.  

Saya memberanikan diri menawarkan ide untuk membuat ogoh-ogoh kepada orang-orang muda di rumahku Banjar, meskipun mungkin tidak diarak di jalan.

Kami akan mempertimbangkannya mebanten (suatu tindakan pelayanan) di Banjar.

Kemudian tiba-tiba tumbuh lebih besar dan menjadi lebih muda dari yang lain Banjar, bahkan daerah lain seperti Negara dan Gianyar juga ingin berpartisipasi. Kita minta perhatian Pak Gubernur, dan kita semua punya visi yang sama: menghidupkan kembali perekonomian.  

Tangkapan layar 2023 03 05 pukul 21 44 59 15 wo bleed.pdf

Tema tahun itu adalah kipas atau menjaga dalam bahasa Bali (kipas) karena memberikan kenyamanan, dan kami membutuhkannya saat itu.

Ada banyak informasi yang beragam [selama pandemi] terkait lockdown, yang membuat orang takut. Kami membutuhkan kepastian, dan kami membutuhkan sesuatu yang dapat memberikan kami kenyamanan. Itu sebabnya saya memilih kipas sebagai temanya.  

Ogoh Ogoh-Ogoh karya Tainsiat Denpasar foto karya patung pemenang penghargaan Cari Manik patung Bali
Foto oleh Cari Manik @stysbtainsiat

Apakah ada orang lain yang menonjol? 

Tahun sebelumnya—pada tahun 2019—temanya adalah payung atau tedung (payung). Pada saat itu, perekonomian sedang baik, dan pekerjaan mulai masuk, namun cuaca sangat panas. Saya harus mengerjakan proyek sepeda motor yang akan dipamerkan di Jepang, dan rasa panas terus melekat pada saya.  

Kemudian saya terbang ke Kyoto dan ketika saya tiba di sana enam jam kemudian dari Bali, saya takjub melihat betapa berbedanya cuacanya. Saat itu hujan dan dingin, dan orang-orang mengenakan kimono dan payung meskipun hujannya hanya rintik-rintik. Kontras itu membuat saya menganggap tema payung sebagai benda yang memberikan perlindungan.  

Kami membuat yang biasa ogoh-ogoh dan mahkotanya berupa payung, dengan harapan dapat melindungi desa saya karena saya takut panas yang ekstrim dapat menyebabkan wabah penyakit atau kekeringan. Ternyata, pada tahun berikutnya, terjadilah Covid.  

Pernahkah Anda memiliki komentar sosial yang mendasarinya? ogoh-ogoh? 

Faktanya, kami merancangnya kipas-bertema ogoh-ogoh ke bisa berbaring, dan itu adalah kritik terhadap kota denpasar. Kota ini disebut-sebut sebagai tujuan wisata budaya, namun kenyataannya agak berantakan dengan kabel listrik yang menggantung rendah sehingga menyulitkan hal-hal seperti itu. ogoh-ogoh atau benda upacara lainnya yang akan dilewati.

Kami cenderung hanya menampilkan hal-hal baik di Bali melalui buku atau internet, namun saya khawatir orang-orang akan kecewa jika melihatnya di kehidupan nyata.  

Ogoh Ogoh-Ogoh karya Tainsiat Denpasar foto karya patung pemenang penghargaan Cari Manik patung Bali
Foto oleh Cari Manik @stysbtainsiat

Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat ogoh-ogoh, dan boleh tahukan biaya pembuatannya? 

Dibutuhkan sekitar satu bulan atau satu setengah bulan maksimal dengan 10 hingga 20 orang di dalamnya. Dan biayanya bervariasi antara 50 hingga 100 juta rupiah dan jumlah itu biasa kami dapatkan dari sponsor.  

1234 1 1
Foto oleh Cari Manik @stysbtainsiat

Penciptaan ogoh-ogoh adalah pertemuan berbagai jenis bentuk seni. Apa pendapat Anda tentang hal itu? 

Saya mempunyai keyakinan bahwa seorang seniman ogoh-ogoh tidak boleh dibiarkan begitu saja pada hari itu. Visi saya adalah kita harus bisa mengasah kemampuan kita lebih dalam dan menemukan apa yang bisa dikembangkan sehingga bisa menjadi modal di masa depan.  

Setelah berdiskusi dengan tim, saya mendirikan usaha lain bernama Wahana Karya Semesta (WKS) yang khusus membuat patung. Dengan adanya perusahaan ini, saya ingin mengumpulkan semua teman-teman seni saya di seluruh Bali, dimana kegiatan rutin sudah menjadi bagian dari budaya.

Begitu mereka menguasai seni menciptakan karakter atau filosofi, saya yakin negara-negara maju secara teknologi akan mau menggunakan sumber daya manusia kita.

Saya berharap kedepannya di Bali sumber daya manusianya tidak hanya sebatas bekerja di kapal pesiar atau laundry saja, tapi bisa juga menjadi desainer robot di Jepang, atau pematung di proyek istana di suatu tempat. .  

Mungkin tidak ada sekolah (untuk berkreasi ogoh-ogoh), tapi setidaknya ada masa depan di dalamnya.  

Apa yang paling kamu banggakan setelah menyelesaikan ogoh-ogoh? 

Memenangkan tempat pertama bukanlah hal yang paling saya banggakan, secara pribadi. Ini lebih tentang menciptakan karakter dan filosofi [di baliknya], terutama ketika hal itu dirasa relevan dengan zaman kita. Memenangkan hati orang jauh lebih penting bagi saya.  

Juga, ketika saya bisa memasukkan desain tradisional.

Terkadang Anda melihat yang modern ogoh-ogoh berupa manusia berbikini atau tokoh kartun dengan musik klub yang mengalun dari sound system. Tidak ada yang salah dengan hal itu, hanya saja tidak pantas untuk keperluan seremonial. Saya suka melihat budaya tradisional terwakili. 

Ikuti di Instagram @STYSBTAISIAT

Daftar isi

WISATAWAN YANG PERHATIAN
Karma Instan #15 Majalah Mindful Traveler Cover Indonesia
Instant Karma #15
Maret – April 2023

Sedang tren

denpasar-exploring-the-heart-of-bali's-capital-city

Denpasar - Menjelajahi Ibu Kota Bali

permainan leela kehidupan

Permainan Leela

artikel budaya orang sasak lombok majalah karma instan mundful travel traveler indonesia

Sasak Culture Lombok

anjing kintamani bali

Anjing Bali - Ras Kuno & Sahabat Manusia

Read more Culture articles
#22

Ayurveda – Pengetahuan Kuno Transformatif

Candi Prambanan – Melewati Waktu dan Legenda

Keajaiban Gua Batu

Ubud Food Festival 2024: Bawa ke Jalanan

id_IDBahasa Indonesia