Asal usul Ubud sangat penting dan kompleks; kami di Instant Karma beruntung bisa bertemu Ratu Cokorda Agung Darmayasa dan Jro Dasaran Istri Ayu Mas Gading, dua orang yang sangat spiritual yang benar-benar berkomitmen bahwa sejarah dan asal usul Ubud diceritakan secara holistik dan benar.
Tinilah banyak tempat di Bali dengan kisah seni, budaya, dan agama yang mengesankan. Ubud adalah salah satunya. Ubud adalah pusat kebudayaan Bali. Semua seniman dan pendeta sebelum zaman kita datang ke tempat ini karena memancarkan keajaiban tertentu.
Dengan artis seperti Walter Spies, Rudolf Bonnet, Don Antonio Maria Blanco dan bapak pemasaran Philip Kottler – Raja Ubud ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Bali dimiliki lebih banyak yang bisa ditawarkan daripada pantai-pantai di selatan.
Sekilas tentang agama Hindu di Bali
Asal Usul Ubud
Maha Rsi Markandhya memulai perjalanannya ke Bali dari Gunung Raung di daerah Banuyuwangi. Setelah memasang Panca Datu (ban kapten) di Besakih Pura, ia melanjutkan perjalanannya menuju Campuhan Bukit. Sesampainya di sana, Maha Rsi Markandhya pun takjub dengan keindahan bukit itu, dan dinamakanlah bukit itu Gunung Lebah.
Di sisi barat terdapat sungai bernama Tukad Yeh Wos Kiwa, dan di sebelah timur disebut Tukad Yeh Wos Tengen. Sungai-sungai tersebut menyatu di wilayah selatan bukit yang dikenal dengan nama Campuhan (Pecampuhan – artinya percampuran sungai-sungai) dari aliran sungai. Itu masuk didaerah inilah Maha Rsi Markandhya membangun tempat suci disebut Pura Gunung Lebah.
Setelah itu, ia mulai menjelajahi hutan untuk membuat tempat pertapaan, dilanjutkan dengan membangun pemukiman dan pembuatan lahan untuk bercocok tanam. Berdasarkan naskah Lontar (daun lontar), Markandhya Purana, nama Uos atau Wos untuk sungai, mengikuti nama pemukiman di kawasan tersebut sejak zaman dahulu.
Pertama, ada nama “Wos” atau “Uos” untuk sungai tersebut, yang seiring berjalannya waktu berubah menjadi “Usadi” dan “Usada”.
“Usada” dikembangkan lebih lanjut menjadi narasi “Ubad”, dan nama selanjutnya terdistorsi menjadi “Ubud”.
Pahlawan budaya seperti Maha Rsi Markandhya adalah penting bagi pendirian pura di Bali. Itu konsep dan ideologi yang diajarkannya, masih melekat dalam sejarah dan cerita rakyat yang beredar di masyarakat.
Setelah berperan dalam pengelolaan Gunung Lebah Kuil, Maha Rsi Markandhya, kemudian dipindahkan lebih jauh utara. Dulunya disebut “Sarwa”, dan sekarang dikenal sebagai Desa Taro.
Ada mitos yang melekat pada Pura Gunung Lebah di Ubud:
Dikisahkan pada suatu ketika di sekitar Pura Gunung Lebah di Ubud, hiduplah dua orang raksasa, Luh (betina) dan Muani (jantan), yang tinggal di sebuah gua di sungai Yeh Wos Kiwa. Kejadian ini bermula ketika masyarakat akhirnya mengetahui bahwa penari Rejang yang menghilang secara misterius saat Ngayah di Pura Gunung Lebah menghilang karena dimakan monster.
Pada akhirnya kedua raksasa tersebut mati di tangan warga. Raksasa “Muani” mati karena ditusuk dengan cangkul oleh seorang petani di desa bernama Penestanan. Sebaliknya, raksasa “Luh” yang mati karena masyarakat setempat membakar gua tempat tinggalnya.
Meski demikian, artefak monster tersebut masih terdapat di sekitar kawasan Pura Gunung Lebah, seperti gua lesung raksasa, pasar raksasa, dan kuburan raksasa.
Hormati Ibu Pertiwi dan Ibu Pertiwi akan memberkati Anda.
Sungai “Yeh Wos Kiwa” (kanan) dan “Yeh Wos Tengen” (kiri) menggambarkan ajaran Rwa Bhineda, salah satu aspek filosofi Bali yang paling misterius dan menarik. Hal ini dapat diterjemahkan sebagai dualisme karena berkaitan dengan keyakinan bahwa semua kehidupan bergantung pada keseimbangan antara kekuatan-kekuatan yang berlawanan.
Hal-hal yang berlawanan inikeseimbangan tidak sepenuhnya dianggap baik atau buruk, dan tidak ada yang boleh mengalahkan yang lain. Tidak diyakini bahwa kehidupan pada akhirnya bergerak menuju kesempurnaan kosmis dan pribadi. Tujuan akhir hidup seseorang adalah keseimbangan dan akomodasi seluruh aspek kehidupan, baik konstruktif maupun destruktif.
Konsep Rwa Bhineda memandang kehidupan sebagaimana adanya, bukan sebagaimana seharusnya.
Pada akhirnya, kisah asal usul Ubud seperti sebuah perjalanan ajaib.
Orang-orang seperti mendiang Ratu Cokorda Agung Darmayasa dan Jro Dasaran Istri Ayu Mas Gading membantu kita memahaminya dengan lebih baik.
Ubud adalah tempat istimewa di Bali tempat para seniman dan pendeta menemukan pesona yang unik.
Mereka membawa seni dan budaya yang menakjubkan ke negeri ini, dan bahkan seniman terkenal seperti Walter Spies dan Don Antonio Maria Blanco merasakan keajaiban istimewanya. Semuanya bermula dari Maha Rsi Markandhya yang menemukan keindahan Bukit Kampuhan dan mulai membangun kuil-kuil penting.
Nama “Ubud” sendiri mempunyai sejarah yang panjang, seiring berjalannya waktu berubah dari “Wos” menjadi “Usada” dan terakhir “Ubud”. Tempat ini kaya akan legenda dan cerita, seperti tentang raksasa Luh dan Muani.
Ubud juga mengajarkan kita tentang keseimbangan dan keselarasan dalam hidup, seperti yang ditunjukkan oleh sungai Yeh Wos Kiwa dan Yeh Wos Tengen. Ini semua tentang menjaga segala sesuatunya tetap seimbang, baik dan tidak terlalu baik, sama seperti kehidupan itu sendiri.
Jadi, ingatlah: